Rabu, 02 Desember 2009

Pendapat tentang boleh tidaknya "Berpacaran"

3 PENDAPAT TENTANG HUKUM BERPACARAN

Ada 3 pendapat yang tentang hukum berpacaran, ke-3 pendapat ini memereka masing-masing memiliki alasan yang bisa dibilang cukup kuat. Ada yang bilang itu wajib, ada yang bilang sunnah, dan ada yang bilang kalau pacaran itu haram dan tidak boleh dilakukan. Kenyataannya banyak sekali muda-mudi yang melakukan pacaran, bahkan tidak sedikit dari mereka yang paham betul tentang konsep hubungan antara pria dan wanita dalam Islam. Memang dalam Islam tidak ada yang namanya pacaran, yang ada hanyalah Ta'aruf dan Khitbah.

Dalam sebuah buku yang berjudul "Pacaran Islami, Pacaran yang tidak Dosa", ada 3 pendapat mengenai hukum berpacaran, yaitu :

1. Pacaran itu Wajib

Dasar pemikirannya adalah bagaimana mungki pernikahan terjadi kalau tidak ada pacaran, karena belum ada perkenalan sebelumnya, tidak saling mengetahui isi hatinya, keshalehannya, watak dan tingkah lakunya, sehingga untuk itu sebelum melakukan pernikahan harus pacaran dulu. Atau karena ada ungkapan “Tak kenal maka tak sayang”. Bagaimana mungkin terjadi pernikahan kalau kita tidak cinta, bagaimana ada cinta kalau tidak sayang, bagaimana mungkin sayang kalau tidak kenal.

Bagi mereka yang berpendapat bahwa pacaran sebagai keharusan beralasan bahwa pacaran merupakan aktualisasi perasaan cinta antara dua orang yang berlaianan jenis dalam bentuk jalinan cinta secara utuh dan berkesinambungan. Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa ketika telah terjadi kesepakatansaling menerima cinta, tidak dilanjutkan ke jenajang pernikahan saja? Jawabannya beragam. Ada yang menjawab mereka belum siap mental dan materi, ada juga yang bilang biar terjalin saling kesepahaman yang lebih dalam. Jadi seolah-olah mereka yang berpendapat pacaran merupakan suatu keharusan mengatakan pernikahan adalah suatu yang final, cocok selaras sama visi misi lahir dan batin. Ini adalah sesuatu yang mustahil karena setelah pernikahan terjadi atau setelah menjadi pasangan suami istri, aka nada polemik atau aka nada amsalah baru. Permasalahan akan selalu ada. Tidak mungkin cocok klop antara keduanya, pastinya akan ada saja sesuatu yang tidak selaras atau sejalan. Missal saja yang satu senang lagu nasyid sehingga setiap hari menyetel dan mendengarkan nasyid sedangkan yang satu lagi senang seni baca Al-qur’an, sehingga maunya menyetel qira’ah. Atau yang satu senang music dangdut dan satu lagi senang music pop atau rock. Belum lagi mengenai kebiasaan atau kesenangan dalam hal berpakaian dan lainnya.

Adanya perceraian dan perselingkuhan terjadi disebabkan karena ketidaksiapan dalam berumah tangga dan salah satu sebab ketidaksiapan itu adalah kurang terbangunnya satu kesamaan dan presepsi sebelum menikah. Dengan alas an tersebut maka mereka berpendapat pacaran merupakan suatu keharusan (wajib). Jadi pacaran itu harus, begitulah kata pendapat yang pertama.

2. Pacaran itu Sunnah

Ada yang berpendapat pacaran adalah sunnah Nabi. Pendapat ini didasarkan pada suatu hadist yang diriwayatkan oleh Ibn Abbas ra, ia berkata : Nabi SAW mengirim satu pasukan, lalu mereka memperoleh harta rampasan perang yang diantaranya terdapat seorang tawanan laki-laki. (Sewaktu ditanya) ia menjawab,”Akubukanlah dari golongan mereka (yang memusuhi nabi). Aku hanya jatuh cinta pada seorang perempuan, lalu aku mengikutinya. Maka biarlah aku memandang dia (dan bertemu dengannya), kemudian lakukanlah kepadaku apa yang kalian inginkan”. Lalu ia dipertemukan dengan seorang wanita (Hubaisy) yang tinggi berkulit coklat, lalu ia bersyair kepadanya,” Wahai dara Hubaisy, terimalah aku selagi hayat masih dikandung badan! Sudilah engkau kuikuti dan kutemui di suatu rumah mungil di lembah sempit antara dua gunung! Tidak benarkah orang yang dilanda asmara berjalan-jalan dikala senja, malam buta, dan siang bolong?” Perempuan itu menjawab : “Baiklah kutebus dirimu”. Namun mereka (para sahabat) membawa pria itu dan menebas lehernya. Lalu datanglah wanita itu, lalu ia jatuh diatasnya, dan menarik nafas sekali atau dua kali, kemudian meninggal dunia.setelah mereka bertemu Rasulullah SAW, mereka memberitahukan kepada beliau, tetapi Rasulullah justru berkata:”Tidak adakah diantara kalian orang yang penyayang”.(HR. Tabrani dalam Majma’ Az-Zawid, 6:209)

Tema yang terkandung di dalam hadist di atas adalah mengenai hubungan asmara di luar nikah atau pemuda yang sedang jatuh cinta kepada seseorang gadis atau mereka sedang pacaran. Saat itu, sahabat mengira bahwa pacaran merupakan suatu kemungkaran besar yang harus di cegah dengan tangan (kekuatan) bila mampu. Sedangkan kemampuan ini terdapat pada pihak mereka pihak para pemenang perang. Mereka menghukum mati si pelaku karena mereka menyangka bahwa perbuatan yang mereka lakukan adalah sesuatu kemungkaran. Namun ternyata Rasulullah justru marah dibuatnya.

Sebaliknya kata Abu Syuqqah,”Beliau menampakkan belas kasihan kepada kedua orang yang sedang dimabuk cinta dan justru menyalahkan sahabat-sahabatnya”.

Tampaknya mereka yang mengambil hadist tersebut sebagai pijakan dasar disunnahkannya pacaran, lebih cenderung kepada substansi atau yang tersirat dari hadist itu. Mereka mengacu pada unsur-unsur pacaran yang baku, yakni percintaan dengan kekasih tetap. Untuk pacaran di dalam hadist tersebut di dasarkan pada pernyataan “Wahai dara Hubaisy, terimalah akau selagi hayat masih dikandung badan!” dan jawaban dari perempuan Hubaisy “Baiklah kutebus dirimu”. Mereka melihat ada unsurcinta kasih. Ini dibuktikan dengan taruhan nyawa sang lelaki serta pengorbanan sang perempuan Hubaisy tersebut. Berdasarkan alasan itulah maka pacaran menurut mereka adalah sunnah Nabi (sunnah taqriry), karena nabi justru marah melihat sikap para sahabat melalui pernyatan yang halus.

3. Pacaran itu Haram

Mereka yang mengharamkan pacaran,karena menganggap bahwa pacaran itu bagian dari mendekati zina. Dalil yang mereka gunakan adalah :

Ÿwur (#qç/tø)s? #oTÌh9$# ( ¼çm¯RÎ) tb%x. Zpt±Ås»sù uä!$yur WxÎ6y ÇÌËÈ

32. dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.

Sedangkan dari hadist nabi saw diantaranya:”salah seorang kamu tidak boleh berduaan dengan wanita kecuali dengan mahramnya.”(HR. Muslim).

Mengapa mereka menganggap mendorong seseorang untuk mendekati zina adalah pandangan mata, bersentuhan atau berjabat tangan, tabarruj dan berduaan atau melakukan perjalanan bersama dengan selain mahram.

· Pandangan mata mendekati zina

· Bersentuhan atau berjabat tangan mendekati zina

· Tabarruj

· Berduaan dan melakuakn perjalanan bersama dengan selain mahram

Sumber : buku “Pacaran Islami, Pacaran yang tidak Dosa”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Blogger templates